JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pengalokasian anggaran sebesar Rp 500 miliar untuk program pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi, tenryata tak lepas dari peran Menkeu Agus Martowardojo. Pasalnya, ia telah ikut menyetujui pengalokasian anggaran bagi proyek tersebut yang akhirnya berujung pada suap terhadap pejabat Kemenakertrans.
Hal ini sendiri diakui Agus Martowardojo kepada wartawan, usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/10). Ia berada di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama empat jam dalam kasus dugaan suap program pembangunan infrastruktur daerah transmigrasi.
"Benar, saya memang ikut menyetujui. Semua itu sesuai mekanisme kerja yang perlu ada persetujuan pemerintah dan DPR, dalam hal ini Banggar. Pemerintah dalam hal ini adalah Kemenkeu dan disetujui dalam rapat paripurna," ujar dia.
Bahkan, Menkeu juga menyatakan bahwa dana Rp 500 itu masuk dalam DIPA mereka. Ia juga mengakui dalam kasus ini, memang ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pejabat negara dan atau pegawai negeri sipil. "Mungkin ada conflict of interest atau pertentangan kepentingan dan ditambah pengusaha yang ingin mendapatkan usaha dengan menghalalkan segala cara," tandasnya.
Namun, Agus Martowardojo enggan menjawab, saat ditanya soal kebenaran komitmen fee sebesar 10 persen untuk Banggar dan Kemennakertrans, setelah cairnya dana tersebut. "saya tidak bisa jawab pertanyaan itu,” selorohnya.
Menkeu pun kembali menjawab soal hubungan antara Banggar dengan Kemenkeu dalam proses pembahasan hingga persetujuan alokasi anggaran senilai Rp 500 miliar terkait program tersebut. "Nanti dijelaskan (oleh penyidik KPK)," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Banggar DPR Tamsil Linrung mengaku, Banggar dan Kemenkeu berperan penting menggolkan program tersebut. Proses pembahasan terkait program itu telah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Pembahasan ini, diawali dari Panja asumsi yang berlanjut ke Panja optimalisasi dana belanja.
Dari kedua badan ini, dana siap dialokasikan di panja belanja pusat dan panja belanja transfer daerah. Di panja belanja transfer daerah itu sebesar Rp 19,5 triliun, dialokasikan Rp 13,2 triliun untuk dana bagi hasil. Hal ini untuk memenuhi tuntutan UU juga atas kenaikan harga minyak.
Lalu, dana Rp 6,313 triliun, dialokasikan sebesar Rp 613 miliar di sektor pendidikan dan Rp 500 miliar untuk sektor transmigrasi, serta Rp 5,23 triliun untuk infrastruktur lainnya. Semua anggota Panja, setuju dana itu dialokasikan langsung ke daerah. Pemerintah juga menyetujuinya.
Praktik Korupsi
Pada bagian lain, Menkeu Agus Martowardojo membela jajarannya, khususnya Dirjen Perimbangan Keuangan. Ia meminta masyarakat untuk menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah untuk terus ditegakkan. Sikapnya ini menyusul tudingan deras terhadap anak buahnya itu, yang diminta ikut bertanggung jawaban atas dugaan praktik korupsi dalam pembahasan dan penyusunan anggaran PPID tersebut.
Tudingan ini sangat beralasan, sebab Dirjen perimbangan Keuangan diketahui beberapa kali turut serta dalam rapat pembahasan hingga persetujuan alokasi anggaran senilai Rp 500 miliar terkait program tersebut. "Jangan berprasangka buruk. Semuanya nanti akan jelas,” tutur dia.
Namun, Menkeu berjanji takkan melindungi oknum anak buahnya yang turut terlibat dalam kasus suap itu. "Kalau ada oknum di Kemenkeu yang nakal, pasti akan kami tindak. Dan kami sudah minta Irjen untuk memeriksanya," ungkap dia.
Seperti diketahui, Dirjen Perimbangan Keuangan Marwanto Harjowiryono disebut terlibat dalam kasus suap PPID. Dalam pengakuannya, penasihat hukum Menakertrans Muhaimin Iskandar, Waode Nur Zaenab menuding Kemenkeu, terutama dirjennya itu sebagai pihak yang paling pantas dimintai pertanggungjawabannya dalam praktek korupsi proyek ini.(tnc/spr)
|